Minggu, 20 Mei 2012

bahaya bisnis emas

Barrier untuk masuk berbisnis emas sekarang menipis. Siapa saja bisa memulai. Akses ke pemasok, media iklan (digital) tanpa biaya dan minat masyarakat yang melonjak signfikan memang kombinasi yang menjanjikan. Lalu pemula biasanya mengira sistem stok seperti toko emas besar adalah cara transaksi terbaik. Ketahuilah, cara ini bisa merugi dan untuk pemula tak sesuai karena dana tertahan (tak berputar) terlalu lama bisa mengganggu operasional bisnis. Sistem stok prinsipnya membeli emas di harga rendah, lalu menjualnya di harga yang lebih tinggi. Demikian berulang menunggu turun untuk beli, menunggu tinggi untuk jual. Jika kita punya dana SANGAT besar, timing bisa kita atur. Tapi jika tanggung, yang terjadi sebaliknya. Demikian juga jika basis pasar belum terbentuk : ketika harga tinggi dan layak dijual, tidak ada pembeli, padahal toko sedang perlu liquiditas (dana segar). Yang terjadi adalah menjual cepat di harga yang kurang baik atau jual murah, tak sesuai harapan bahkan rugi. Misal, borong emas di harga 506.000/gram di awal 2012 dan berharap lepas di 510.000. Angka ini terjadi di Februari 2012 tapi ketika ditawarkan tak ada pembeli yang menyambut. Demi liquiditas, akhirnya pada pertengahan Maret dijual juga di harga 504.000/gram atau rugi Rp 2.000 dibanding harga belanja pada awal 2012. Bahkan karena kepepet perlu dana, bisa jadi dijual di harga buyback yakni 490.000/gram. Kalau berat emas yang dilepas 100 gram maka kerugian mencapai Rp200.000 s.d Rp1.400.000. Toko emas besar dan berpengalaman mungkin menggunakan sistem stok/ buffer ini untuk ‘tambahan’ diluar margin normal yang didapatnya dari transaksi flip. Kekuatan dananya besar hingga bisa menahan stok supaya terjual di harga yang paling menguntungkan, bahkan bisa menahannya hingga 1 s.d 2 tahun tanpa terganggu liquiditas dan cashflow untuk buyback dan dana operasional. Suplai juga bisa ia atur karena sudah memiliki basis pasar (demand) yang besar pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar